Prosa lama terdiri dari beberapa bentuk atau jenis karangan, antara lain:
a. Dongeng, yaitu jenis cerita hasil khayalan sang pengarang. Jenis cerita dongeng:
-Mitos, cerita khayalan tentang pahlawan atau dewa pada zaman dahulu, misalnya Dewi Sri, Nyai Roro Kidul.
-Legenda, cerita khayalan yang dihubungkan dengan asal muasal terjadinya suatu tempat atau benda misalnya: Terjadinya Gunung Tengger, Asal Mula Banyuwangi.
-Fabel, cerita yang melukiskan watak dan budi pekerti dan lakonnya dimainkan oleh para binatang, misalnya: Kancil dan buaya.
-Dongeng jenaka, cerita khayalan yang bersifat humor atau lucu, misalnya: Pak Pandir, Si Kabayan, Si Joko Bodoh
-Sage, cerita khayal yang mengandung unsur sejarah, misalnya: Damar Wulan, Joko Tarub
b. Cerita pelipur lara, yaitu jenis prosa lama tentang kehebatan seorang ksatria yang fantastik. Biasanya digambarkan bahwa ksatria itu gagah dan tampan serta ditemani putri-putri yang cantik. Latar belakang cerita selalu di sekitar istana.
c. Hikayat, yaitu jenis cerita khayalan yang berlatar belakang istana. Tokohnya biasanya raja atau pangeran yang sakti dan kisahnya mengenai percintaan. Akhir cerita selalu bahagia.
d. Sejarah atau tambo, adalah cerita asal usul kaum bangsawan dan raja-raja yang dihiasi kejadian-kejadian menarik dalam istana.
e. Cerita berbingkai, yaitu jenis prosa lama yang berbentuk cerita di dalam cerita.
f. Wiracarita, yaitu prosa lama yang menceritakan kepahlawanan suatu bangsa.
Jumat, 11 Juni 2010
Rabu, 09 Juni 2010
Sapardi Djoko Damono: Mengajar Lewat Sajak
Sapardi Djoko Damono, lahir 20 Maret 1940 di Solo. Menyelesaikan studi di jurusan Sastra Inggris Fakultas Sastra dan Kebudayaan UGM.
Kumpulan sajaknya antara lain: DukaMu Abadi (1969), Mata Pisau (1974), Akuarium (1974), Perahu Kertas (1983), Hujan Bulan Juni (1994), Arloji (1999), dan Ayat-Ayat Api (2000).
Sapardi adalah sosok penyair yang senang bermain dengan kata-kata sampai di dalamnya tersusun dunia yang bermakna. Dia mempunyai keinginan untuk mengajarkan semacam pandangan tertentu melalui sajak-sajaknya seperti berikut ini:
SONET: HEI! JANGAN KAUPATAHKAN
Hei! Jangan kaupatahkan kuntum bunga itu
ia sedang mengembang; bergoyang dahan-dahannya yang tua
yang telah mengenal baik, kau tahu,
segala perubahan cuaca.
Bayangkan: akar-akar yang sabar menyusup dan menjalar
hujan pun turun setiap bumi hampir hangus terbakar
dan mekarlah bunga itu perlahan-lahan
dengan gaib, dari rahim Alam.
Jangan; saksikan saja dengan teliti
bagaimana Matahari memulasnya warna-warni, sambil diam-diam
membunuhnya dengan hati-hati sekali
dalam Kasih sayang, dalam rindu-dendam Alam;
lihat: ia pun terkulai pelahan-lahan
dengan indah sekali, tanpa satu keluhan.
Melalui puisi ini, Sapardi ingin menyampaikan ajaran tentang kaitan erat antara kehidupan dengan kematian sebab keduanya berumber pada zat yang sama. Dia juga ingin mengajarkan agar kita tidak bertindak jahat terhadap kehidupan yang berkembang ''Jangan kau patahkan kuntum bunga itu'', tetapi sebaiknya menikmati dan mengagumi saja ''Jangan; saksikan saja dengan teliti'' proses kehidupan dan kematian dengan penuh kasih.
Kumpulan sajaknya antara lain: DukaMu Abadi (1969), Mata Pisau (1974), Akuarium (1974), Perahu Kertas (1983), Hujan Bulan Juni (1994), Arloji (1999), dan Ayat-Ayat Api (2000).
Sapardi adalah sosok penyair yang senang bermain dengan kata-kata sampai di dalamnya tersusun dunia yang bermakna. Dia mempunyai keinginan untuk mengajarkan semacam pandangan tertentu melalui sajak-sajaknya seperti berikut ini:
SONET: HEI! JANGAN KAUPATAHKAN
Hei! Jangan kaupatahkan kuntum bunga itu
ia sedang mengembang; bergoyang dahan-dahannya yang tua
yang telah mengenal baik, kau tahu,
segala perubahan cuaca.
Bayangkan: akar-akar yang sabar menyusup dan menjalar
hujan pun turun setiap bumi hampir hangus terbakar
dan mekarlah bunga itu perlahan-lahan
dengan gaib, dari rahim Alam.
Jangan; saksikan saja dengan teliti
bagaimana Matahari memulasnya warna-warni, sambil diam-diam
membunuhnya dengan hati-hati sekali
dalam Kasih sayang, dalam rindu-dendam Alam;
lihat: ia pun terkulai pelahan-lahan
dengan indah sekali, tanpa satu keluhan.
Melalui puisi ini, Sapardi ingin menyampaikan ajaran tentang kaitan erat antara kehidupan dengan kematian sebab keduanya berumber pada zat yang sama. Dia juga ingin mengajarkan agar kita tidak bertindak jahat terhadap kehidupan yang berkembang ''Jangan kau patahkan kuntum bunga itu'', tetapi sebaiknya menikmati dan mengagumi saja ''Jangan; saksikan saja dengan teliti'' proses kehidupan dan kematian dengan penuh kasih.
Jumat, 04 Juni 2010
Chairil Anwar ''Aku Mau Hidup Seribu Tahun Lagi''
''Aku mau hidup seribu tahun lagi'' tulis Chairil Anwar dalam sajak ''Aku'' pada bulan Maret 1943, ketika dia berumur 20 tahun. Sajak ini mencerminkan semangat hidupnya.
AKU
Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang 'kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih perih
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Chairil Anwar yang pada usia 20 tahun meneriakkan keinginan untuk ''hidup seribu tahun lagi'' ini, pada usia 26 tahun menyadari bahwa ''hidup hanya menunda kekalahan...sebelum akhirnya kita menyerah''.
DERAI-DERAI CEMARA
cemara menderai sampai jauh,
terasa hari jadi akan malam,
ada beberapa dahan di tingkap merapuh,
dipukul angin yang terpendam.
aku sekarang orangnya bisa tahan,
sudah berapa waktu bukan kanak lagi,
tapi dulu memang ada suatu bahan,
yang bukan dasar perhitungan kini
hidup hanya menunda kekalahan,
tambah terasing dari cinta sekolah rendah,
dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan,
sebelum pada akhirnya kita menyerah.
AKU
Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang 'kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih perih
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Chairil Anwar yang pada usia 20 tahun meneriakkan keinginan untuk ''hidup seribu tahun lagi'' ini, pada usia 26 tahun menyadari bahwa ''hidup hanya menunda kekalahan...sebelum akhirnya kita menyerah''.
DERAI-DERAI CEMARA
cemara menderai sampai jauh,
terasa hari jadi akan malam,
ada beberapa dahan di tingkap merapuh,
dipukul angin yang terpendam.
aku sekarang orangnya bisa tahan,
sudah berapa waktu bukan kanak lagi,
tapi dulu memang ada suatu bahan,
yang bukan dasar perhitungan kini
hidup hanya menunda kekalahan,
tambah terasing dari cinta sekolah rendah,
dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan,
sebelum pada akhirnya kita menyerah.
Kamis, 03 Juni 2010
Perbedaan Sastra Lama dan Sastra Baru
Sastra Lama :
- Istanasentris, yaitu bentuk cerita yang ditulis atau diceritakan selalu berpusat pada kisah kehidupan kerajaan atau istana yang tokohnya adalah raja, ratu, dan pangeran.
- Statis, yaitu proses perkembangan (perubahan) bentuk dan tema berlangsung sangat lamban. Tradisional, bentuk karangannya tidak mengesampingkan pola tradisi, misalnya pantun dan syair.
- Klise, yaitu bahasanya berupa ungkapan yang seringkali diulang.
- Anonim, nama pengarang tidak dicantumkan atau disebutkan
- Fantastis, yaitu bentuk karangannya bersifat di luar kenyataan (khayalan)
- Penyebarannya dari mulut ke mulut
Sastra Baru :
- Masyarakat sentris, yaitu cerita-cerita dalam karya sastra baru berpijak dari lingkungan masyarakat.
- Dinamis, yaitu proses perubahan bentuk dan tema berjalan dengan cepat dan tanpa henti (terus-menerus)
- Sering menggunakan bahasa kias yang tidak klise.
- Nama pengarangnya dicantumkan.
- Bentuk karangannya ada yang berupa khayalan (fiksi) dan berdasarkan fakta (nonfiksi).
- Penyebarannya melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik.
- Istanasentris, yaitu bentuk cerita yang ditulis atau diceritakan selalu berpusat pada kisah kehidupan kerajaan atau istana yang tokohnya adalah raja, ratu, dan pangeran.
- Statis, yaitu proses perkembangan (perubahan) bentuk dan tema berlangsung sangat lamban. Tradisional, bentuk karangannya tidak mengesampingkan pola tradisi, misalnya pantun dan syair.
- Klise, yaitu bahasanya berupa ungkapan yang seringkali diulang.
- Anonim, nama pengarang tidak dicantumkan atau disebutkan
- Fantastis, yaitu bentuk karangannya bersifat di luar kenyataan (khayalan)
- Penyebarannya dari mulut ke mulut
Sastra Baru :
- Masyarakat sentris, yaitu cerita-cerita dalam karya sastra baru berpijak dari lingkungan masyarakat.
- Dinamis, yaitu proses perubahan bentuk dan tema berjalan dengan cepat dan tanpa henti (terus-menerus)
- Sering menggunakan bahasa kias yang tidak klise.
- Nama pengarangnya dicantumkan.
- Bentuk karangannya ada yang berupa khayalan (fiksi) dan berdasarkan fakta (nonfiksi).
- Penyebarannya melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik.
Rabu, 02 Juni 2010
Periodisasi Sastra Indonesia
Sastra atau kesusastraan adalah hasil karya manusia berupa pengolahan bahasa yang indah, berbentuk lisan atau tulisan. Di Indonesia, sastra selalu berkembang dari era ke era dengan ciri khas masing-masing sehingga dikenal beberapa periodisasi sastra Indonesia. Berikut adalah periodisasi sastra Indonesia:
1) Periodisasi sastra menurut Ayip Rosidi
- Periode awal abad ke-10 sampai tahun 1933
- Periode antara tahun 1933 sampai tahun 1942
- Periode antara tahun 1942 sampai tahun 1945
- Periode tahun 1945 sampai tahun 1953
- Periode tahun 1953 sampai tahun 1960
- Periode tahun 1961 sampai sekarang
2) Periodisasi sastra menurut H.B Jassin
Sastra Melayu Lama dan Sastra Melayu Baru yang meliputi
- angkatan 20
- angkatan 33 (penggalan baru)
- angkatan 45
- angkatan 66
3) Periodisasi sastra menurut JS Badudu
Kesusastraan Lama dengan Angkatan Lama yang meliputi:
- Kesusastraan Masa Purba
- Kesusastraan masa Hindu-Arab
Kesusastraan Peralihan dengan Angkatan Peralihan yang meliputi:
- Abdullah bin Abdullah Munsji
- Angkatan Balai Pustaka
Kesusastraan Baru dengan Angkatan Baru yang meliputi:
- Angkatan Pujangga Baru
- Angkatan Modern (Angkatan 45)
- Angkatan Muda
4) Periodisasi Sastra menurut Nugroho Notosusanto
Sastra Melayu Lama
Sastra Melayu Modern, meliputi:
- Masa Kebangkitan: periode 20 periode 33 periode 42
- Masa Perkembangan: periode 45 periode 50
1) Periodisasi sastra menurut Ayip Rosidi
- Periode awal abad ke-10 sampai tahun 1933
- Periode antara tahun 1933 sampai tahun 1942
- Periode antara tahun 1942 sampai tahun 1945
- Periode tahun 1945 sampai tahun 1953
- Periode tahun 1953 sampai tahun 1960
- Periode tahun 1961 sampai sekarang
2) Periodisasi sastra menurut H.B Jassin
Sastra Melayu Lama dan Sastra Melayu Baru yang meliputi
- angkatan 20
- angkatan 33 (penggalan baru)
- angkatan 45
- angkatan 66
3) Periodisasi sastra menurut JS Badudu
Kesusastraan Lama dengan Angkatan Lama yang meliputi:
- Kesusastraan Masa Purba
- Kesusastraan masa Hindu-Arab
Kesusastraan Peralihan dengan Angkatan Peralihan yang meliputi:
- Abdullah bin Abdullah Munsji
- Angkatan Balai Pustaka
Kesusastraan Baru dengan Angkatan Baru yang meliputi:
- Angkatan Pujangga Baru
- Angkatan Modern (Angkatan 45)
- Angkatan Muda
4) Periodisasi Sastra menurut Nugroho Notosusanto
Sastra Melayu Lama
Sastra Melayu Modern, meliputi:
- Masa Kebangkitan: periode 20 periode 33 periode 42
- Masa Perkembangan: periode 45 periode 50
Langganan:
Postingan (Atom)